Kamis, 06 November 2008

laron....

Laron (bahasa jawa), kelakatu, anai-anai bersayap atau flying ant hewan yang termasuk ordo Isoptera (rayap) tapi ada yang mengatakan laron termasuk kecoa dan perdebatan golongan laron ini sudah sejak 1930.
Ciri-cirinya adalah berwarna coklat, berbadan kecil hampir berbentuk seperti rayap tapi punya sayap tipis yang berjumlah 4 dan mudah putus.
Laron ini sebelum bersayap, biasa membuat lorong-lorong panjang sebagai sarang dan jalan rayanya di pohon-pohon atau pada dinding bangunan yang dapat menghancurkan kayu-kayu itu (kecuali kayu besi dan kayu jati). Laron dengan keampuhan air liurnya dapat merobohkan bangunan-bangunan besar.
Mereka menggeliat dan bermunculan dari kelembaban sesudah hujan mulai reda dan udara cerah kembali. Mereka muncul bisa dipagi hari antara jam 05.00-06.30, biasanya makin siang antara jam 08.00-09.00 laron akan mati tapi beberapa laron yang hanya putus sayapnya akan kembali ke sarangnya seperti lubang ditanah atau lubang kayu lapuk tempat laron keluar sebelumnya tapi jumlahnya lebih sedikit dibanding jumlah laron yang keluar sebelumnya mengingat setelah sayapnya lepas laron digigiti semut hingga akhirnya mati atau dimakan burung dan ayam.
Saat malam laron juga muncul bila sore dan siangnya hujan deras, dan mereka langsung menyerbu lampu-lampu yang berpijar walau sebenarnya itu membahayakan hidup mereka sendiri karena sayapnya rawan terbakar dan lepas.

Kunang-kunang: Makin Lama Menyala, Makin Menarik Betina

Kunang-kunang: Makin Lama Menyala, Makin Menarik Betina



Kunang-kunang (Pyractomena borealis)
Cahaya kelap kelip dari tubuh kunang-kunang yang menghiasi langit malam ternyata digunakan pejantan untuk menarik betinanya, seperti halnya burung merak jantan menggoda sang betina dengan bulu-bulu moleknya. Demikian diungkapkan para ilmuwan dalam journal Behavioral Ecology edisi terbaru.

Kunang-kunang jantan yang mampu mengeluarkan sinar dalam waktu lebih lama akan mendapat kesempatan "berkencan" lebih banyak, dan akhirnya akan cenderung menghasilkan keturunan lebih banyak pula. Serangga ini juga menunjukkan frekuensi seksual yang tinggi dalam masa dewasanya, seperti halnya burung, rusa atau manusia.

"Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar kegiatan kunang-kunang ketika menginjak dewasa adalah bereproduksi," ujar Sara Lewis, profesor biologi di Tufts University, Boston, yang memimpin penelitian ini. "Mereka bisa dikatakan menghabiskan masa dewasanya dengan kawin, kawin, dan kawin."

Kunang-kunang hidup sebagai larva selama dua tahun. "Pada tingkatan ini, larva hidup hanya untuk makan. Mereka makan dan tumbuh makin besar selama dua tahun," papar Lewis. "Setelah itu mereka akan berubah menjadi kunang-kunang dewasa selama dua minggu untuk kawin dan bertelur. Setelah masa indah yang sangat singkat tersebut kunang-kunang akan mati."

Cahaya yang Berbeda-beda


makin lama bercahaya, makin disukai betina
Masing-masing spesies kunang-kunang memiliki cahaya yang berbeda yang membedakan mereka berkomunikasi, seperti halnya manusia mempunyai dialek yang berlainan. Perbedaan itu tidak hanya terdapat pada spesies, namun juga pada individu.

Lewis dan tim-nya memperhatikan bahwa beberapa kunang-kunang jantan memiliki pancaran cahaya lebih lama. Dan seperti telah disebut di atas, mereka yang mampu mengirim "sinyal-sinyal cinta" lebih lama biasanya lebih sukses dalam merebut kunang-kunang betina.

Temuan lain yang cukup menarik adalah kunang-kunang betina yang kawin dengan kunang-kunang jantan yang bercahaya kuat akan memiliki lebih banyak keturunan. Hal itu membuahkan kesimpulan bahwa pancaran cahaya yang kuat berbanding lurus dengan nutrisi yang dimiliki kunang-kunang.

"Nutrisi yang disebut sebagai spermatophore ini menjadi semacam hadiah perkawinan bagi kunang-kunang betina," jelas Lewis. "Spermatophore adalah paket berisi sperma dan protein yang ditransfer ke kunang-kunang betina. Makin banyak protein dan sperma yang dikandungnya, makin banyak pula telur yang dihasilkan betinanya. Maka tak heran bila para betina lebih suka pada pejantan yang ’gemerlap’."